Photos

Breaking

Kamis, 16 April 2020

KONTROVERSI SYEKH MUZAKKI BUJU' BATUKOLONG



Dokumentasi saat Haul Kyai Muzakki di Pakholwatan 2019

 



Kontroversi Kyai Muzakki

 
Menikah dengan Jinniyah
    Sebagaimana disebutkan dalam „Risâlatul Wasâ’ail fi Silsilatin Nasâ’il’[1],  juga berdasar riwayat sesepuh, bahwa kyai Muzakki juga menikah dengan bangsa jin, perempun bangsa jin itu bernama Maryam binti Ghufron bahkan beliau juga mempunyai keturunan  darinya[2].  Walaupun sebagian orang mengatakan hal itu tidak mungkin terjadi.
       Kami tidak dalam rangka membela kyai Muzakki, namun kami hanya ingin menjelaskan bahwa, seandainya hal itu memang benar, menurut para ulama, pernikahan dengan bangsa jin bukanlah hal yang mustahil.
At Tsu’âlibi mengatakan: “pernikahan antara manusia dan jin itu sering terjadi”. Sebagaimana firman Allahl:
  وَشَارِكۡهُمۡ فِی ٱلۡأَمۡوَ ⁠لِ وَٱلۡأَوۡلَـٰدِ
Dan berserikatlah dengan mereka pada harta dan anak-anak.
فِیهِنَّ قَـٰصِرَتُ ٱلطَّرۡفِ لَمۡ یَطۡمِثۡهُنَّ إِنس قَبۡلَهُمۡ وَلَا جَاۤنّ
Di dalam syurga itu ada bidadari-bidadari yang sopan menundukkan pandangannya, tidak pernah disentuh oleh manusia sebelum mereka (penghuni-penghuni syurga yang menjadi suami mereka), dan tidak pula oleh jin. [3]
                Al Alla mengatakan: “bahwa ayah Bilqis menikah dengan jinniyah (wanita jin) yang bernama Raihanah binti AsSakan”. Imam Jalaluddin As Suyuthi berkata: Dari Abu
Hurairaha, Rasulullah` bersabda:
احد ابوي بلقيس كان جنيا

Salahsatu orang tua Bilqis adalah dari bangsa jin.[4]

       Juga terdapat riwayat-riwayat lain yang di keluarkan oleh Al Hakim, Ibnu Abi Hatim dan AtTirmidzi dalam “Nawâdirul Ushul”, Ibnu Abi Syaibah, Ibnul Mundzir dan lainnya menegaskan bahwa, “pernikahan(munakahah) antara bangsa manusia dan jin itu memang ada”.
       Di dalam kitab “Tahrîmul Fawâhisy” at Thurthusyi meriwayatkan dengan sanad sampai ke Sayyidina Abdullah bin Abbas radiyallahuanhuma, bahwa Ibnu Abbas berkata:
المخنثون اولاد الجن,قيل لابن عباس كيف ذلك؟قال:ان الله ورسولو نهيا ان يأتي الرجل امراتو  وىي حائض,فاذا اتاىا سبقو الشيطان,فحملت ,فجائت بالمخنث.     
       Sedangkan status hukum dari pernikahan itu sendiri ulama berbeda pendapat. Di dalam kitab “al Ilhâm wal waswasah”, Abu Utsman Sa‟id bin Abbas Ar Razi meriwayatkan bahwa, sekelompok orang dari Yaman menanyakan hukumnya „bangsa jin yang datang melamar seorang wanita’ kepada Imam Malik bin Anas? Imam Malik mengatakan: “Menurut saya, agama tidak melarangnya, hanya saja saya tidak suka jika ada orang hamil kemudian ditanya siapa bapaknya…? lalu si wanita menjawab: “bapaknya adalah jin”. Demikian itu akan membuat banyak kerusakan dalam islam”[5]. Az Zuhri mengatakan:
نهى  رسول الله عن نكاح الجن Rasulullah melarang menikahi jin Sedangkan yang  melarang  nikah  dengan bangsa jin berdasar  kepada  Ar Rum :
ومِن ءَایَـٰتِهِۦ أَن خَلَقَ لَكُم مِّن أَنفُسِكُم أَزوَ ⁠جا لِّتَسكُنُوۤا إِلَیهَا وَجَعَلَ بَینَكُم مَّوَدَّة وَرَحمَةً إِنَّ فِی ذَ ⁠لِكَ لَـَایَـٰت لِّقَوم یَتَفَكَّرُونَ
dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia
menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri,
supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.

       Al hasil, masalah ini masih khilaf di kalangan ulama. Artinya, kita yang bukan mujtahid dan bukan ulama, tidak boleh sembrono menjatuhkan vonis kepada kyai Muzakki dengan kata-kata kafir dan semisalnya. Karena masalah ini adalah masalah fiqih yang luas. Kata nahâ(melarang) dalam hadits difahami sebagai larangan yang tidak kuat (ghairu jâzim) atau makruh, karena larangan tidak selalu berarti haram. Tentu yang dimaksud adalah makruh secara istilah, yaitu, „bila dilakukan tidak apa-apa, dan jika ditinggalkan mendapat pahala‟. Bukan makruh secara bahasa(lughawi), yang berarti “sesuatu yang di benci”.

       Sosok seperti kyai Muzaki tidak bisa kita vonis hanya dengan mengutak-atik dalil seperti ini, Karena al arifun tidak membutuhkan alat untuk memahami kalam Allah kecuali dengan cara kasyaf dan dzauq, bukan dengan cara al fahm dan al fikr.  Sebab kasyaf  bagi al arifun  sama halnya  dengan  ijtihadnya  ulama syariah  dengan dalil-dalil yang  dikuasainya[6]..Artinya, sebaiknya kita berhati hati mengomentari  orang  seperti kyai Muzakki walau sekilas  nampak  aneh  menurut syariat, karena kita tidak tahu ilmu yang ada di hati para ârifin, auliya’ dan ulamaillahissalihin. Sebab ilmu yang ada di hati mereka tidak semua diungkap dalam tulisan dan terucap dalam kata-k

Beristri lebih dari empat  
Hampir semua ulama yang mengharamkan poligami           
            lebih dari empat, berhujjah dengan hadits Ghailan dan Naufal dan An Nisa ayat 3  .

ان غيلان الثقفى اسلم وتحتو عشرة نسوة,فقال:امسك اربعا وفارق باقيهن. وقال الامام الشافعى:ان نوفل بن معاوية اسلم وتحتو خمس نسوة فقال عليه السلام:امسك اربعا وفارق واحدة
  فَٱنكِحُوا۟ مَا طَابَ لَكُم مِّنَ ٱلنِّسَاۤءِ مَثۡنَىٰ وَثُلَـٰثَ وَرُبَـٰعَۖ
Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat.
 
       Menurut Imam as Syaukani (tokoh syiah Zaidiyah), hadits Ghailan dan Naufal dalam sanadnya terdapat perawi yang majhul (tidak jelas). Sedangkan hadits Qais bin Harits adalah kategori hadits ahad[7]. Hadits yang kategorinya demikian, tidak mengalahkan hadits yang mutawatir dan tidak boleh “mentakhsis” al Qur’an.
           Orang yang menolak keabsahan hadits ahad tidak diminta        untuk         bertaubat (tidak murtad),     tapi   jika menolak(meragukan) hadits yang mutawatir yang disepakati kebenarannya, maka ia harus bertaubat. Hadits yang mutawatir tentang masalah ini adalah:

عن انس قال:كان للنبي تسع نسوة

Anas berkata:Nabi mempunyai semblan istri[8]
         Sedangkan landasan yang dipakai oleh yang membolehkan poligami lebih dari empat adalah Al Qur’an Surah al Ahzab:21, Ali Imran:31 al Mumtahanah:6.
Menurut golongan ini, hadits Ghailan bersifat kondisional alias tidak mutlak.
Buku ini tidak dalam rangka membahas masalah ini secara panjang lebar, hanya sebagai uraian singkat bahwa, masalah ini masih mukhtalaf(diperelisihkan) hukumnya di kalangan ulama.
     Alhasil, masalah poligami lebih dari empat adalah masalah furu’iyah(fiqhiyyah), bukan masalah i’tiqa    (aqidah). Maka, tidak seharusnya ada tudingan miring atau sesat bagi pelakunya, sebagaimana perbedaan masalah furu‟iyah yang lain. Kaum muslimin ahlussunnah sepanjang sejarahnya adalah golongan yang paling fleksibel dan moderat dalam menerima perbedaan, selagi perbedaan itu dalam lingkup ijtihad (ithârul ijtihad) dan bukan masalah pokok aqidah (Ushul al Aqidah).
Begitu halnya dengan Kyai Muzakki, bisa jadi beliau mengikuti sebagian ulama sunni dan syiah itu, atau beliau sendiri memahami masalah poligami ini sama dengan yang mereka faham.

                        Penulis : Tholhah Sya'roni Siraj & Muhsin Abdussalam 


[1] ) KH.  Zarkasyi Abdul Hamid.
[2] Empat anak beliau dengan istri dari bangsa jin yakni. Syekh Muhammad Thoyyib, syekh Burhan, syekh Syukron, dan syekh Nahron mereka semua tinggal di Asyroq atau di belahan timur dunia tempat keluarnya matahari. Sumber alm kyai Sya’roni Siroj Sumber Agung Malang
[3] ) Ar Rahman:
[4] Dikeluarkan oleh Abu Sayaikh, Ibnu Asakir dan Ibnu Marduwaih dalam “al Azhamah”. (Laqtul Marjan, As Suyuthi).
[5] ) Laqthul Marjân fi Ahkâmil Jân.  Imam Khatimatul Khuffazh Jalaluddin as Suyuthi as Syafi‟i. Maktabatul Qur‟an, al Qahirah.
[6] Durarul Ghawwâsh, ala fatâwa sayyidi Ali al Khawwâsh, lil quthub al arif billah, sayyidi Abdul Wahhab as Sya‟rani. Maktabah al Azhariyah liturâts.
Sayyid Ali Al Khawwash adalah orang yang tidak bisa membaca dan menulis. Guru dari Imam Abdul Wahhab As Sya’rani al Ansahari as Syafii(tokoh ulama abad sepuluh hijriyah).
[7] ) Hadits ahad adalah hadits yang tidak sampai ke derajat mutawatir. Hadits ahad ada yang sahih, hasan dan dhaif. Namun kekuatan hukum hadits ahad bersifat zhanni(relatif) walaupun kedudukannya lebih tinggi dari qiyas.
[8] . HR Muslim.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar